BAB – I
PENDAHULUAN
1. Umum.
a. Keberadaan komando-komando
teritorial militer selama ini selalu
dikaitkan dengan sejarah bahwa perang rakyat semesta yang kemudian diangkat dalam doktrin sistem pertahanan keamanan rakyat semesta. Dalam situasi perang, wilayah dan seluruh potensinya dijadikan sebagai kekuatan, ruang, alat, dan kondisi perjuangan dengan TNI sebagai kekuatan inti. Kekuatan asing atau musuh dari luar dibayangkan akan melakukan infiltrasi, intervensi, atau agresi terhadap wilayah negara. Cara berpikir itu mungkin cocok pada saat negara menghadapi ancaman serius intervensi asing. Namun ketika pendekatan itu diterapkan secara permanen akan menjadi ancaman bagi rakyat. Rakyat akan selalu dipandang dengan curiga sebagai pihak yang potensial disusupi atau kaki tangan musuh-musuh negara. Sedangkan tentara secara sepihak dapat menetapkan siapa musuh-musuh negara itu. Doktrin itu semakin ketinggalan ketinggalan zaman ketika ancaman bagi eksistensi sebuah negara bukan lagi kekuatan militer asing tetapi justru ketidak adilan, pelanggaran hak asasi manusia, otoritarianisme, dan marginalisasi dalam kebudayaan ataupun
dikaitkan dengan sejarah bahwa perang rakyat semesta yang kemudian diangkat dalam doktrin sistem pertahanan keamanan rakyat semesta. Dalam situasi perang, wilayah dan seluruh potensinya dijadikan sebagai kekuatan, ruang, alat, dan kondisi perjuangan dengan TNI sebagai kekuatan inti. Kekuatan asing atau musuh dari luar dibayangkan akan melakukan infiltrasi, intervensi, atau agresi terhadap wilayah negara. Cara berpikir itu mungkin cocok pada saat negara menghadapi ancaman serius intervensi asing. Namun ketika pendekatan itu diterapkan secara permanen akan menjadi ancaman bagi rakyat. Rakyat akan selalu dipandang dengan curiga sebagai pihak yang potensial disusupi atau kaki tangan musuh-musuh negara. Sedangkan tentara secara sepihak dapat menetapkan siapa musuh-musuh negara itu. Doktrin itu semakin ketinggalan ketinggalan zaman ketika ancaman bagi eksistensi sebuah negara bukan lagi kekuatan militer asing tetapi justru ketidak adilan, pelanggaran hak asasi manusia, otoritarianisme, dan marginalisasi dalam kebudayaan ataupun
pendidikan.
b. Aparat Teritorial jangan pernah mau
terjebak ke dalam skenario perang modern negara tertentu, karena perang modern
sarat dengan upaya adu domba dan provokasi. Paradigma perang modern adalah:
perang kecanggihan otak, kecanggihan sistim, kecanggihan peralatan tempur,
kecanggihan logistik dan bukan cuma semangat, ini adalah abad millinium dan bukannya zaman Jahiliyah.
2. Maksud
dan Tujuan.
a. Maksud. Tulisan
ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada aparat teritorial tentang
upaya peningkatan kemampuan dihadapkan dengan tantangan tugas kedepan dan
menghadapi perang modern.
b. Tujuan. Sebagai
sumbangan pikiran kepada Komando Atas dan sebagai pedoman dalam peningkatan
penyelenggaraan binter kedepan.
3. Ruang
Lingkup dan Tata Urut. Lingkup
bahasan dan analisa dalam tulisan ini mencakup tentang segala upaya peningkatan
kemampuan aparat Kowil guna menghadapi tantangan tugas kedepan dan perang
modern yang disusun dengan tata urut sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Latar
Belakang Pemikiran.
c. Kondisi
kemampuan aparat Kowil saat ini.
d. Faktor-faktor
yang berpengaruh.
e. Upaya meningkatkan kemampuan Aparat
Kowil.
f.
Penutup.
4. Methode
Pendekatan. Tulisan ini
menggunakan methode deskriptif analisis dengan pendekatan kepusatakaan dan
aplikasi serta pengamatan di lapangan.
5. Pengertian
– pengertian.
a. Pembinaan teritorial adalah segala
upaya, pekerjaan dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, penyusunan,
pengembangan, pengarahan dan pengendalian potensi wilayah dengan segenap
aspeknya dalam rangka menjadikannnya sebagai RAK Juang guna kepentingan
Hankamnas.
b. Kowil ( Komando Kewilayahan ) adalah
badan Komando kewilayahan sebagai penyelenggara Binter yang disusun secara vertikal mulai dari tingkat Kodam, Korem,
Kodim sampai tingkat Koramil.
c. RAK Juang. Adalah Wilayah dengan segenap isinya yang telah disiagakan sebagai
sarana dan prasarana perjuangan bangsa yang kokoh kuat dan tidak mengenal
menyerah untuk berperan serta dalam menangkal dan menghancurkan kekuatan musuh
dalam wadah Sishanrata.
d. Pertahanan Negara. Adalah segala upaya,
pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan oleh segenap komonen bangsa dalam
mempertahankan keutuhan/kedaulatan wilayah suatu negara dari segala bentuk
ancaman, tantangan, gangguan dan hambatan yang akan menimbulkan kekacauan dan
kehancuran suatu negara.
e. Perang Modern. Adalah suatu bentuk penyelesaian pertikaian yang ditempuh
dengan jalan pertempuran dengan menggunakan kecanggihan otak, kecanggihan
sistim, kecanggihan peralatan tempur, kecanggihan logistik dan bukan cuma
semangat.
BAB – II
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
6. Umum. Dalam teori perang modern, ada suatu paradigma, setiap pertempuran
konvensional harus diikuti peperangan. Kemenangan yang diraih dalam pertempuran
dengan musuh harus diikuti upaya memenangi peperangan. Yang dimaksud adalah
memperebutkan opini publik dan hati rakyat di wilayah pertempuran dan
sekitarnya. Kalau pertempuran pada
masa lampau pasukan yang terlibat dalam perang itu selalu mengangkat senjata
atau harus bergerilya di hutan atau di gunung, sekarang pertempuran tidak lagi
harus seperti itu. Sekarang cukup menekan beberapa tombol dan dilakukan dari
belakang seperangkat peralatan elektronik. Tanpa banyak disadari, dewasa ini
kita telah berada di tengah-tengah peperangan dunia, yaitu perang informasi
yang merupakan salah satu pertanda kemajuan pesat teknologi komunikasi yang
telah merambah di seantero dunia.
7. Historis.
a.
Pada masa lalu dan sampai saat ini pembinaan teritorial
merupakan salah satu fungsi utama TNI – AD yang telah lahir bersama TNI yang
diawali terbentuknya laskar-laskar rakyat. Model hubungan antara rakyat inilah
yang sebenarnya menjadi cikal bakal lahirnya pembinaan teritorial.
b.
Kemanunggalan TNI – Rakyat sudah berlangsung sejak TKR
dibentuk tetapi secara konkrit adalah pada saat dilancarkan perang rakyat
semesta yang digelar TNI selama agresi militer Belanda II pada tahun 1949.
c.
Dengan demikian substansi pembinaan teritorial sebenarnya
adalah bagaimana membina hubungan baik dengan rakyat sehingga dalam menjalankan
tugasnya TNI selalu mendapat dukungan rakyat.
8. Doktrin Sishanta.
a.
Sistem pertahanan negara adalah bagian dari sistem
nasional. Sishanta pada hakekatnya
adalah pendayagunaan seluruh kekuatan untuk kepentingan pertahanan. Hal
tersebut dilakukan melalui pembinaan untuk mewujudkan potensi pertahanan
menjadi kekuatan pertahanan negara.
b.
Mencermati kondisi ekonomi bangsa indonesia pada masa
sekarang maka sistem pertahanan nasional belum memungkinkan bergeser dari
sistem pertahanan semesta. Bertitik
tolak dari kondisi tersebut maka pembinaan teritorial sebagai sub sistem Sishanta masih sangat perlu untuk terus
dilakukan.
c.
Paradigma baru peran TNI. Kesadaran TNI untuk melaksanakan
redefinisi, reposisi dan
reaktualisasi perannya diwujudkan dengan
melaksanakan
pengkajian tentang pelaksanaan pembinaan teritorial yang juga merupakan
tanggung jawab seluruh komponen termasuk TNI.
d.
Tap MPR Nomor : VII/MPR/ 2000. Dalam Tap MPR No. VII /
MPR / 2000 menjelaskan antara lain :
1)
Peran TNI adalah alat Negara yang berperan sebagai alat
pertahanan Negara Republik Indonesia, Sebagai alat pertahanan negara, Keutuhan
wilayah NKRI yang berdasarkan pancasila dan UUD 45 serta melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan Negara serta melaksanakan tugas negara dalam penyelenggaraan
wajib militer bagi warga negara.
2)
Dalam pelaksanaannya TNI memberikan bantuan dalam
penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan ( Civic Mission ) dan memberikan bantuan
kepada Kepolisian Negara RI dalam rangka tugas keamanan atas permintaan dan
memberikan bantuan tugas pemeliharaan perdamaian dunia ( peace keeping
operation ) dibawah bendera PBB.
9. Reformasi Internal. Reformasi internal TNI pada hakikatnya sebuah keputusan politis untuk
menyesuaikan implementasi peran TNI sesuai dengan paradigma baru dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perkembangan situasional saat ini masih
diwarnai berbagai masalah akibat krisis yang berkepanjangan yang bersifat multi
dimensi, seiring dengan reformasi
menuju kehidupan yang lebih demokratis dalam era globalisasi telah muncul
kelompok masyarakat yang berupaya menibulkan beberapa masalah. Kondisi ini menyebabkan semakin kompleksnya
permasalahan yang dihadapi dan apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat
kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa dan ancaman terhadap keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak
terelakkan, reformasi internal TNI sesungguhnya telah banyak diimplementasikan
dan dibuktikan kegunaannya bagi kepentingan bangsa dan negara. Sebagai contoh Netralitas
TNI pada pelaksanaan Pemilu 2004 menjadi faktor signifikan mendorong
keberhasilan pemilu yang luber dan jurdil serta aman yang diakui, baik di
tingkat nasional maupun internasional.
Sebagai bagian integral dari reformasi nasional, visi reformasi internal
TNI mencakup beberapa hal atara lain :
a. Reformasi
merupakan keniscayaan yang telah menjadi kebutuhan untuk menyelamatkan
kehidupan nasional menuju Indonesia baru yang lebih demokratis.
b. Reformasi
tidak hanya tambal sulam tetapi mengandung makna korektif yang mendasar baik
struktural maupun kultural, sehingga diperlukan proses waktu tahapan dan
pengendalian yang baik dan efektif.
c. Reformasi
untuk menjamin sinergitas antara perubahan (change) dan kesinambungan (continuity),
sehingga reformasi dilaksanakan tanpa merusak dan sambil memelihara hal yang
masih baik.
d. Reformasi
damai melibatkan segenap komponen bangsa dalam memecahkan masalah kebangsaan
dengan menghormati dinamika individu, komunitas, lokalitas, dan keanekaan
secara wajar.
e. Reformasi
menjamin demokratisasi yang mencerminkan perbedaan dalam keteraturan, sehingga
supremasi hukum dan HAM dihormati dan dijunjung tinggi semua pihak tanpa
diskriminatif.
Upaya sosialisasi reformasi internal TNI memang sering
kali disoroti masih sebatas wacana dan belum menyentuh banyak hal prinsipil.
Tetapi bagaimanapun, fakta TNI telah berupaya dan akan terus berbuat banyak
untuk melakukan perubahan baik struktural maupun kultural. Langkah nyata TNI
ini tidak akan pernah berhenti. TNI sadar, reformasi merupakan sebuah proses
dan perlu waktu. Kebijaksanaan TNI
dalam pembentukan opini
dan pembangunan citra dalam era
keterbukaan dan perang informasi saat ini, kebijakan dalam jangka pendek,
adalah sebagai berikut. Terhadap
kekurangan masa lalu, tidak akan bersikap menutup-nutupi atau melakukan
pembelaan secara membabi buta atas kritik dan sorotan yang dilontarkan
masyarakat. Seiring dengan itu, harus meyakinkan kepada lingkungan internal dan
eksternal bahwa TNI bertekad melakukan reformasi internal dan melangkah ke
depan dengan paradigma barunya. Terhadap
upaya-upaya siste-matis yang terus-menerus mendiskreditkan, TNI mengambil
kebijakan melakukan pendekatan persuasif. Langkah-langkah hukum diambil bila
memang keadaannya sudah menuntut demikian. Sampai
saat ini kebijakan menghadapi perang informasi adalah tidak mengambil posisi
dan bersikap ofensif, tetapi lebih bersifat defensif. Artinya, dituntut jeli
mencermati dan arif serta bijaksana mengambil sikap sehingga mampu
mengeliminasi setiap pemberitaan yang merugikan.
10. Konsep Pertahanan Indonesia Masa Depan. Konsep Pertahanan, karena merupakan
pernyataan formal oleh otoritas di bidang pertahanan negara bahwa masalah
pertahanan perlu menjadi wacana publik, bukan hanya domainnya tentara. Untuk menggugah munculnya
pemikiran-pemikiran cerdas tentang konsep pertahanan, perlu disampaikan
pokok-pokok pandangan tentang konsep pertahanan Indonesia di masa depan. Dalam pengertian yang umum berlaku selama
ini, pertahanan dan keamanan bertujuan untuk mewujudkan keamanan nasional
(kepentingan keamanan) terhadap ancaman dari luar ataupun dari dalam negeri
dalam berbagai dimensi kehidupan bangsa. Berkaitan dengan pembahasan konsep
pertahanan Indonesia di masa depan, perlu dirumuskan secara jelas tentang
ancamannya sehingga dapat ditentukan sistem pertahanan yang harus dibangun.
a. Ditinjau
dari bentuknya. ancaman dapat berupa ancaman fisik/langsung
ataupun ancaman nonfisik/tidak langsung, dengan sasaran berbagai dimensi
kehidupan bangsa yang meliputi dimensi ideologi, politik, ekonomi,
sosial-budaya, dan militer. Ancaman fisik/langsung terjadi karena adanya upaya
pemakaian kehendak oleh suatu pihak terhadap pihak lain,sedangkan ancanam nonfisik/tidak langsung
timbul disebabkan adanya upaya suatu pihak untuk mempengaruhi pikiran, sikap
ataupun tindakan pihak lain.
b. Ditinjau
dari sumbernya. selama ini ancaman dipandang dapat berasal dari luar negeri, ataupun dari
dalam negeri (dari warga bangsa sendiri). Dengan pengertian ini, di masa lalu
segala hal yang dipandang dapat mengganggu keamanan nasional dianggap sebagai
ancaman terhadap kepentingan nasional, yang kemudian berlaku pula terhadap
perbedaan pendapat dengan pemerintah.
Untuk menghindari terulangnya fenomena tersebut,
pengertian ancaman perlu lebih dipertegas. Ancaman yang berasal dari luar, baik
dalam bentuk ancaman fisik/langsung ataupun nonfisik/tidak langsung, merupakan
ancaman terhadap kepentingan nasional. Sedangkan aktivitas ataupun aspirasi
warga bangsa yang bertentangan atau tidak sesuai dengan norma/ketentuan yang
berlaku tidak tepat bila dianggap sebagai ancaman. Masalah itu sebaiknya
dipandang sebagai permasalahan dalam suatu keluarga bangsa, walaupun bila salah
dalam menanganinya dapat berkembang menjadi ancaman terhadap kepentingan
nasional. Dengan demikian dapat dirumuskan cara penanganan yang lebih tepat,
dalam mengatasi ancaman yang berasal dari luar, dan dalam menangani
permasalahan akibat dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Suatu konsep pertahan-an negara
tentunya harus dibangun untuk menghadapi dan mengatasi invasion force,
sedangkan kemungkinan munculnya invitation force harus ditiadakan dengan
jalan menjelaskan semua permasalahan dalam negeri secara adil dan cepat berdasarkan
aturan-aturan dan norma-norma hukum yang berlaku. Apabila dipaksa-kan datangnya invitation force, karena
adanya kepentingan pihak luar negeri tertentu-harus dihadapi sebagai suatu invasion
force yang akan merongrong kedaulatan dan integritas bangsa dan negara.
Berkaitan dengan itu, masalah dalam negeri dan ancaman dari luar negeri harus
dipandang sebagai dua fenomena berbeda yang memerlukan konsep penanganan yang
berbeda pula, berupa konsep penyelesaian masalah dalam negeri dan konsep pertahanan negara. Dalam
dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, sangat mungkin terjadi
perbedaan-perbedaan persepsi, aspirasi, maupun visi di antara berbagai pihak
yang berinteraksi, baik di antara kelompok masyarakat, ataupun antara kelompok
masyarakat dengan penyelenggara pemerintahan.
Sejarah
perang menunjukkan bahwa pemaksaan kehendak oleh suatu negara terhadap negara
lain umumnya dilakukan melalui pengerahan kekuatan militer untuk menduduki dan
menguasai wilayah negara yang diserang. Dengan persepsi bentuk invasi yang
demikian dan pengalaman perang kemerdekaan, Indonesia menyelenggarakan upaya
pertahanan negara berdasarkan konsepsi perang rakyat semesta, sebagai
implementasi dari Sishankamrata. Sebagai suatu konsepsi perang total untuk
mengalahkan dan mengusir musuh yang menduduki wilayah Indonesia, Sishankamrata
telah terbukti ampuh.
Yang menjadi
pertanyaan adalah apakah konsep pendudukan dan penguasaan wilayah masih valid
dalam pertikaian bersenjata antarnegara di masa depan? Apakah perang di masa
depan masih akan berupa pengerahan pasukan untuk menduduki dan menguasai
wilayah negara lain? Dalam menentukan konsep pertahanan negara
pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat penting, karena suatu konsep pertahanan
harus dapat digunakan untuk menangkal dan mengatasi bentuk ancaman yang paling
mungkin akan dihadapi. Berbagai kajian tentang konflik militer akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa di masa depan, ancaman kekerasan dalam bentuk invasi militer
untuk menduduki dan menguasai wilayah suatu negara sudah kurang relevan.
Dalam
konteks Indonesia, dikaitkan dengan kondisi geografi dan demografi serta
dinamika kehidupan antarnegara sulit dibayangkan adanya suatu kekuatan yang
memiliki kemampuan, kemauan dan niat
untuk melakukan invasi militer besar-besaran terhadap Indonesia. Yang
lebih mungkin terjadi adalah ancaman berupa pelanggaran wilayah perbatasan,
infiltrasi, serta tekanan militer dalam bentuk pameran kekuatan (power
diplomacy) oleh suatu negara utuk mendapatkan konsesi bagi kepentingannya.
Dengan demikian, apakah Sishankamrata-yang dalam konteks pertahanan menjadi
Sishanrata-tidak lagi sesuai bagi Indonesia?
Sebagai suatu tekad bangsa untuk
tidak pernah mau hidup dalam alam penjajahan. Sishankamrata akan selalu relevan dan pada dasarnya
bersifat universal. Akan tetapi,
penerapan Sishankamrata dalam bentuk konkret, apalagi bila diartikan sebagai
seluruh rakyat adalah tentara, tampaknya tidak lagi sesuai untuk menghadapi
ancaman perang di masa depan. Berdasarkan bentuk ancaman yang mungkin akan
dihadapi di masa depan, Indonesia perlu merumuskan konsep pertahanan dan jenis
serta kualitas kekuatan militer yang mampu menangkal dan menghadapi bentuk
ancaman tersebut secara tepat.
11. Struktur kekuatan pertahanan. Berdasarkan konstitusi,
tanggung-jawab pertahanan negara berada di tangan presiden (yang telah dipilih
oleh rakyat) untuk menyelenggarakan pemerintahan dalam upaya mencapai tujuan
nasional bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945.
Upaya tersebut dalam bentuk konkret dilaksanakan melalui penyelenggaraan
fungsi-fungsi pemerintahan untuk bersama-sama masyarakat mewujudkan kepentingan
nasional, baik kepentingan keamanan maupun kepentingan kesejahteraan.
Seluruh tugas menyelenggarakan
pemerintahan tidak mungkin dikerjakan secara langsung oleh presiden, sehingga
presiden membentuk berbagai institusi penyelenggara pemerintahan dengan prinsip
membagi habis fungsi-fungsi pemerintahan tersebut. Berkaitan dengan upaya
pertahanan negara sebagai bagian dari upaya mewujudkan kepentingan keamanan,
dibentuk institusi pertahanan untuk menghadapi ancaman terhadap eksistensi
negara dan kedaulatan bangsa Indonesia. Sesuai
dengan dimensi perang modern, kekuatan pertahanan Indonesia terdiri dari tiga
komponen yaitu komponen darat, laut, dan udara dengan kekhasan
perannya masing-masing yang bersifat saling melengkapi, sehingga merupakan
kekuatan pertahanan yang utuh.
Ketiga komponen kekuatan dibangun dan disiapkan
agar memiliki kemampuan untuk mempertahankan kepentingan Indonesia dari
kemungkinan ancaman militer dan membantu penegakkan hukum nasional bila
dibutuhkan. Agar mampu berfungsi dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang
tinggi, susunan dan jumlah kekuatan tiap komponen harus didasarkan pada hasil
analisis komprehensif tentang persepsi ancaman yang mungkin dihadapi,
dan pengelolaannya diselenggarakan secara tepat.
Pengelolaan komponen kekuatan meliputi
kegiatan menyiapkan agar dapat berfungsi secara optimal berdasarkan peran
masing-masing, dan menggunakannya sesuai kebutuhan. Kegiatan menyiapkan atau
lebih dikenal dengan istilah pembinaan, meliputi pembinaan kemampuan dan
pembinaan kekuatan. Pembinaan kemampuan adalah kegiatan mengelola peralatan,
sistem dan metoda serta personil, agar secara keseluruhan dapat berfungsi
secara optimal.
Pembinaan
kekuatan berkaitan dengan kegiatan peningkatan kualitas atau jumlah peralatan,
kualitas sistem dan metoda serta jumlah personil dalam rangka peningkatan
kekuatan yang dimiliki. Sedangkan kegiatan menggunakan atau lebih dikenal
dengan istilah penggunaan kekuatan, adalah kegiatan mengelola kekuatan dalam
rangka penyelenggaraan operasi. Agar pembinaan serta penggunaan kekuatan dapat
terselenggara dengan baik, dibutuhkan organisasi yang sesuai. Penyelenggaraan fungsi pertahanan negara
selama ini menjadi tanggungjawab Menteri Pertahanan (Menhan) dan Panglima TNI
yang masing-masing bertanggungjawab kepada presiden.
Menhan membawahi Dephan
beserta jajarannya serta Kodam-kodam sebagai pelaksana Dephan di daerah, dengan
fungsi pengelolaan sumberdaya nasional untuk kepentingan pertahanan (fungsi
pembinaan). Sedangkan Panglima TNI membawahi Mabes TNI beserta jajarannya
(fungsi pembinaan dan penggunaan kekuatan), TNI AD, AL, dan AU (fungsi pembinaan),
serta Komando-komando Operasi (Kodam, Koarma, Kohanudnas, dan Koopsau) sebagai
pelaksana operasi (fungsi penggunaan kekuatan). Di samping sebagai pelaksana operasi, tiap komando operasi juga
berfungsi sebagai penyelenggara pembinaan di bawah TNI AD, AL, atau AU.
Walaupun secara normatif telah ada pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab
di antara berbagai institusi, sangat mungkin terjadi ketidak pastian tugas dan
wewenang, perbedaan kebijaksanaan/strategi, serta duplikasi pelaksanaan kegiatan,
yang dapat berdampak pada efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pertahanan.
Dengan keterbatasan sumber daya nasional bagi kepentingan pertahanan, perlu
dilakukan penataan kembali institusi-institusi penyelenggara pertahanan agar
dapat menghasilkan kemampuan pertahanan yang mantap dengan penggunaan sumber
daya secara efisien. Beberapa hal mendasar yang perlu menjadi pertimbangan dalam penataan kembali institusi-institusi
penyelenggara pertahanan antara lain, adanya satu kesatuan organisasi
pertahanan dibawah pimpinan seorang pejabat sebagai penanggungjawab
penyelenggaraan pertahanan secara keseluruhan. Juga perlu adanya pembagian
tugas dan wewenang secara jelas dan tegas dalam jajaran institusi penyelenggara
pertahanan.
Selain itu perlu dihindari
duplikasi baik dalam pengalokasian komponen-komponen kekuatan, ataupun dalam
pengelolaannya. Juga perlu dilakukan pemisahan antara institusi pembina dan
institusi pengguna kekuatan. Untuk menggugah pengkajian lebih lanjut organisasi
yang tepat bagi penyelenggaraan pertahanan, diajukan garis besar bentuk
organisasi serta lingkup tugas dan wewenangnya.
a. Pada tataran pertama adalah Departemen Pertahanan, dipimpin
oleh Menteri Pertahanan. Tugas dan wewenang Dephan meliputi perumusan
kebijaksanaan umum pertahanan negara serta pembinaan dan penggunaan kekuatan,
pengelolaan sumber-daya nasional bagi kepentingan pertahanan, pengalokasian
sumber-daya bagi pembinaan dan penggunaan kekuatan, evaluasi penyelenggaraan
pembinaan dan penggunaan kekuatan.
b. Pola
tataran kedua adalah institusi pembina dan institusi pengguna kekuatan yang
berkedudukan sejajar dan masing-masing dipimpin oleh pejabat yang
bertanggungjawab kepada Menteri Pertahanan. Institusi pembina dan pengguna
kekuatan perlu dipisahkan dengan pertimbangan sebagai berikut. Organisasi pembinaan disusun berdasarkan
kekhasan tiap komponen kekuatan, organisasi penggunaan kekuatan disusun
berdasarkan wilayah operasi serta dalam pelaksanaan operasi memanfaatkan
kekhasan tiap komponen sebagai suatu sinergi.
Apabila wilayah Indonesia merupakan satu wilayah operasi, pengguna
kekuatan adalah Komando TNI di bawah pimpinan Panglima TNI dengan tugas dan
wewenang meliputi perumusan
kebijaksanaan dan strategi
penggunaan kekuatan serta penyelenggaraan operasi-operasi gabungan.
Struktur
komando TNI terdiri dari markas komando sebagai staf Panglima TNI dan komponen
darat, laut, dan udara, sebagai pelaksana operasi. Dalam rangka pelaksanaan
operasi, Menhan mengalokasikan kekuatan darat, laut, dan udara, yang berada
dalam pembinaan tiap angkatan untuk selama pelaksanaan operasi menjadi kekuatan
tiap komponen komando TNI. Apabila
wilayah Indonesia dibagi menjadi beberapa wilayah operasi, penggunaan kekuatan
diselenggarakan oleh markas staf gabungan dan komando-komando gabungan dengan
pembagian tugas dan wewenang sebagai berikut. Staf Gabungan dibawah pimpinan
Kepala Staf Gabungan, dengan tugas dan wewenang meliputi perumusan
kebijaksanaan dan strategi penggunaan kekuatan, serta pengawasan penggunaan
kekuatan.
c. Pada
tataran ketiga adalah sejumlah komando pembinaan sebagai pelaksana pembinaan
kemampuan yang berkedudukan dibawah tiap kepala staf angkatan, dan
komponen-komponen darat, laut, dan udara, sebagai pelaksana operasi yang
berkedudukan dibawah Panglima TNI ataupun di bawah panglima-panglima komando
gabungan sesuai jumlah komando gabungan yang dibentuk.
Kiranya pokok-pokok pandangan ini dimaksudkan untuk
menggugah munculnya pemikiran-pemikiran komprehensif dari berbagai pihak,
mengingat pertahanan negara merupakan suatu keniscayaan bagi kelangsungan hidup
bangsa Indonesia.
BAB – III
KONDISI KEMAMPUAN APARAT KOWIL SAAT INI
12. Umum.
a. Pembinaan teritorial yang dilaksanakan
bertujuan untuk mewujudkan kekuatan
kewilayahan berupa RAK Juang yang tangguh dan bedaya guna bagi kepentingan
penyelenggaraan sishanneg.
b. Kekuatan kewilayahan
sebagai suatu totalitas dari segenap kekuatan unsur-unsur wilayah yang dapat
digunakan untuk mendukung operasi-operasi yang dilaksanakan ahnyamungkin
diwujudkan dengan adanya tindakan nyata melalui pembinaan yang secara
terus-menerus.
c. Dalam mewujudkan RAK
Juang dilaksanakan melalui serangkaian pencapaian sasaran yang dapat dibedakan
sebagai sasaran pokok, sasaran khusus dan sasaran antara. Yang mana hasil
pencapaian sasaran ini dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan pembinaan
teritorial bagi aparat Kowil dalam menghadapi tantangan tugas kedepan dan
perang modern.
13. Sikap Aparat Teritorial. Temuan yang didapatkan di lapangan tentang perilaku sebagian besar aparat
teritorial berupa kekurang-mampuannya
menjadi komunikator yang baik dan memerankan diri sebagai pengayom masyarakat,
kurang tanggap terhadap situasi, kondisi serta kekurang pekaan terhadap
aspirasi masyarakat. Sebagai aparat
teritorial modal dasar yang harus dimiliki adalah kualitas pribadi yang
tercermin dari kemampuannya berkomunikasi dengan segenap masyarakat.
a. Pengamalan Sapta Marga. Sapta Marga sebagai
kepribadian prajurit lahir dan berkembang sesuai keberadaan prajurit TNI yang
dalam pengalamannya mengalami penyimpangan-penyimpangan antara lain :
1)
Adanya sebagian prajurit yang meminta perlakuan istimewa
dengan tidak mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2)
Adanya sebagian prajurit yang mengabaikan tugas dan
melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.
3)
Menurunnya tingkat ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan keberanian moril dalam membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.
4)
Menurunnya disiplin dan kepatuhan serta ketaatan sebagai
prajurit kepada unsur pimpinan.
b. Pengamalan Sumpah Parjurit. Implementasi dalam kehidupan sehari-hari
kurang menunjukkan prilaku sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Sumpah Parjurit sebagai berikut :
1)
Masih ditemukan sebagian prajurit melanggar hukum yang
berlaku.
2)
Dalam melaksanakan tugas masih ditemukan prajurit yang
tidak patuh dan taat kepada perintah atasan.
3)
Masih ditemukan adanya prajurit yang kurang menyadari
perbuatan dan cenderung melempar tanggung jawab dalam menghadapi tuntutan hukum
yang berlaku.
c. Pengamalan Delapan Wajib TNI. Dalam kehidupan sehari-hari masih
ditemukan prajurit TNI yang tidak menerapkan 8 Wajib TNI dalam bermasyarakat
hal ini dapat terlihat dalam :
1)
Bersikap arogan, mau menang sendiri dan meminta
perlakuan istimewa
dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat.
dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat.
2) Masih ditemukan kurangnya pemahaman terhadap budaya dan
adat istiadat yang berlaku di daerah dan pemaksaan kehendak sesuai yang
diinginkan.
3)
Masih ditemukan prajurit yang berpenampilan mewah di
tengah-tengah kehidupan masyarakat yang serba sederhana.
4)
Masih adanya prajurit yang tidak menghargai adat istiadat
/ budaya dan hak rakyat.
5)
Masih ditemukan dalam pergaulan sehari-hari menempatkan
rakyat sebagai obyek belaka, sehingga dalam melaksanakan kegiatantidak mengajak
/ melibatkan rakyat dalam proses perencanaan.
14. Kemampuan aparat Kowil.
a. Kemampuan temu cepat dan lapor cepat. Yaitu suatu kemampuan dimana seorang
Babinsa mampu dengan cepat menemukan suatu permasalahan dan melaporkannya
dengan cepat, sehingga kejadian tersebut dapat dengan segera diatasi.
b. Kemampuan manajemen teritorial. Yaitu suatu kemampuan dimana para
Babinsa mampu merencanakan, mengatur dan mengendalikan kegiatan sehingga
kegiatan tersebut dapat dilaksanakan dengan lancar.
c. Kemampuan penguasaan wilayah. Yaitu kemampuan dimana seorang Babinsa
harus mengetahui dengan pasti kondisi medan, masyarakat dan situasi daerah yang
menjadi tanggung jawabnya.
d. Kemampuan perlawanan rakyat. Yaitu kemampuan mengorganisir masyarakat untuk
dilatih dalam melaksanakan bela negara.
e. Kemampuan komunikasi sosial. Yaitu kemampuan seorang Babinsa dapat
bersosialisasi dengan seluruh komponen masyarakat dan beradaptasi dengan cepat
terhadap lingkungannya.
BAB – IV
FAKTOR YANG BERPENGARUH
15. Umum. Penyelenggaraan
pembinaan teritorial kedepan bagi TNI AD merupakan bagian pembinaan teritorial
dari pemerintah yang dikoordinasikan oleh Dephan. Dalam pelaksanaan pembinaan teritorial
kedepan harus proporsional sesuai dengan kewenangan yang dimiliki TNI AD. Meskipun kenyataannya bahwa sampai
saat ini Kodam sebagai PTF Dephan di daerah masih berlaku, namun jabaran tugasnya belum
secara jelas dituangkan dalam petunjuk pelaksanaan. Dengan demikian penyelenggaraan pembinaan
teritorial kedepan bagi TNI AD harus sejalan dengan kepentingan pembinaan
teritorial pemerintah meskipun dirasakan banyak kendala / hambatan atau faktor
faktor yang mempengaruhi.
16. Faktor Internal.
a.
Faktor kekuatan.
1)
Pancasila sebagai ideologi negara telah diterima oleh
mayoritas orsospol dan lembaga kemasyarakatan lainnya.
2)
TNI yang lahir dari rakyat dan berjuang untuk rakyat
mempunyai semangat pengabdian sebagai tentara rakyat, tentara pejuang dan
tentara nasional Indonesia yang profesional.
3)
Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
telah dilakukan antara lain melalui peningkatan mutu lembaga pendidikan
militer, pengadaan kursus dan pembinaan mental.
4)
Perubahan format politik membawa TNI lebih responsif
terhadap kondisi yang ada, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas
personel TNI.
b.
Faktor Kelemahan.
1)
Belum terdapatnya kesamaan visi dan misi pelaksanaan
binter.
2)
Ketaatan terhadap jati diri prajurit. Pemahaman yang kurang terhadap jati diri TNI.
3)
Adanya tuntutan sebagian masyarakat agar Koter
dibubarkan, dengan alasan bahwa TNI hanya merupakan alat kekuasaan ( alat
politik praktis ).
4)
Sumber Daya Manusia ( SDM ) di dalam tubuh TNI AD
khususnya jajaran Koter dinilai masih banyak kekurangan baik kuantitas maupun
kualitas.
5)
Belum adanya payung hukum dan kurangnya dukungan dana
yang memadai, sistem dan metoda yang tepat serta situasi dan kondisi lingkungan
masyarakat yang kurang mendukung.
17. Faktor
Eksternal. Perkembangan dewasa ini, khususnya
pada era reformasi, jaman telah berubah. Perkembangan lingkungan di bidang
politik, ekonomi, sosial budaya, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi menunjukkan suatu kenyataan bahwa tuntutan dan tantangan semakin
kompleks. Gejala kekhawatiran tentang adanya erosi dan degradasi
profesionalisme aparat kowil, sudah sewajarnya dilihat sebagai akibat logis
dari adanya perkembangan khususnya di bidang teknologi militer secara global. Kualitas dan bentuk profesionalisme aparat
Kowil juga semakin kompleks. Namun, juga harus diakui bahwa pengaruh lingkungan
masyarakat terutama tuntutan kebutuhan sosial ekonomi, ikut mempengaruhi corak
dan sifat kejuangan yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Kiranya sangat
bijaksana bila kita melihat masalah ini dari perspektif masa kini, khususnya
dalam upaya memelihara nilai-nilai kejuangan, peningkatan kemampuan aparat
Kowil yang memang diperlukan masa kini khususnya menghadapi perang modern. Perkembangan lingkungan secara
global ditandai dengan meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang telah mempercepat proses globalisasi. Hal ini telah mempengaruhi pola
hidup dan tuntutan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk dapat mengikuti
perkembangan tersebut.
a. Internasional
1) Globalisasi dunia telah membawa dampak
perubahan pada corak dan pola hidup dan kepentingan masyarakat dunia sebagai
akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan tersebut pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia
dengan segala konsekuensinya.
2) Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Perkembangan masyarakat dunia secara global telah membawa negara-negara Barat
ke arah perubahan yang lebih demokratis dan transparan. Amerika Serikat yang
menganggap dirinya sebagai negara demokrasi dan pahlawan penegak HAM, telah
memainkan perannya dalam percaturan dunia dengan banyaknya ikut campur
masalah-masalah negara lain termasuk di dalamnya masalah demokrasi dan
penegakan HAM. Hal ini telah membawa konsekuensi terhadap negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia yang mau tidak mau ikut bermain sesuai dengan
peran yang sedang dimainkan oleh Amerika Serikat sebagai negara adi kuasa.
b. Nasional.
1) Perubahan global yang dramatis telah
mendorong bangsa Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh di
segala aspek kehidupan dengan ditandai adanya berbagai tuntutan seperti
demokratisasi, HAM, Hukum dan termasuk di dalamnya tuntutan terhadap TNI,
khususnya TNI AD untuk melakukan reformasi internal. Akhir-akhir ini, TNI AD
telah menjadi sasaran kritikan dan hujatan oleh sebagian kelompok masyarakat
tertentu yang menganggap bahwa TNI AD telah banyak melanggar HAM dan tidak
demokratis.
2) Tuntutan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat semakin berkembang dan meningkat sehingga menimbulkan berbagai
masalah dan tantangan bagi Pembinaan teritorial kedepan dalam skala politik dan
ekonomi secara luas. Kondisi seperti ini telah menciptakan suatu tantangan
kepada Aparat Kowil sebagai bagian integral Komando kewilayahan untuk mampu
mengatasi kerawanan-kerawanan yang mengarah kepada instabilitas nasional dan
disintegrasi politik. Oleh karena demikian, Aparat
Kowil dituntut untuk lebih meningkatkan kepekaan dan kemampuan
sesuai bidang tugas yang diemban demi kepentingan bangsa dan negara.
18. Peluang dan kendala.
a.
Peluang.
1)
Semangat nasionalisme dan patriotisme merupakan
karakteristik bangsa Indonesia yang tetap terpelihara dalam berbagai perubahan
jaman.
2)
Sebagian besar masyarakat masih menghendaki keberadaan
Koter dengan kegiatan Binternya, yang disesuaikan dengan tuntutan reformasi.
3)
Wadah penyelenggaraan Binter di dalam tubuh TNI AD, baik
Organisasi, personel, materiil maupun sarana dan prasarananya sudah ada.
4)
Penyelenggaraan binter dengan methoda Bhakti TNI dapat
memperbaiki citra TNI. Dengan tampilan
prajurit TNI yang mencerminkan jati diri sebagai tentara pejuang, tentara
rakyat dan tentara nasional.
5)
Fungsi Binter yang telah dikembalikan sebagai fungsi
pemerintahan yang pada saat ini masih dalam taraf sosialisasi.
b.
Kendala.
1)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi tidak lepas
dari pengaruh arus globalisasi dan modernisasi tata kehidupan masyarakat. Apter sebagai manusia tidak terlepas dari
pengaruh tersebut.
2)
Belum adanya payung hukum bagi penyelenggaraan binter.
3)
Kurang profesionalnya personel dalam melaksanakan binter
dan masih terjadinya tindakan oknum Apter yang melanggar HAM.
4)
Belum tersosialisasikannya dengan baik tentang pembinaan
teritorial yang telah menjadi fungsi pemerintah.
5)
Sikap mendua dari DPR, pemerintah dan politisi yaitu
disatu sisi mengharapkan TNI dalam mengatasi permasalahan bangsa dan disisi
lain menghujat dan mendiskreditkan TNI.
BAB – V
UPAYA
MENINGKATKAN KEMAMPUAN APARAT KOWIL
19. Aparat Kowil Menatap Masa Depan. TNI adalah alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan tugas pokok menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 45, serta melindungi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman serta gangguan atas keutuhan bangsa dan negara. TNI juga melaksanakan tugas negara dalam penyelenggaraan wajib militer bagi warga negara yang diatur dengan undang-undang, serta TNI berkewajiban memberikan bantuan berupa penyelenggaraan tugas kemanusiaan (civic mission). Memberi bantuan kepada Kepolisian Negara RI dalam tugas keamanan atas permintaan yang diatur undang-undang, serta aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian dunia (peace keeping operation) di bawah PBB. Kelanjutannya, disusun pedoman normatif yang lebih operasional tentang proses reformasi dan penataan kembali institusi dan peran TNI dalam Program Pembangunan Nasional ( Propenas ) 2000 – 2004 yang merupakan pedoman pelaksanaan pembangunan nasional di tiap sektor. Pokok-pokok kebijakan pembangunan nasional di bidang pertahanan dan keamanan dalam Propenas itu meliputi:
a.
Menata kembali TNI sesuai paradigma baru secara konsisten
melalui reposisi, redefinisi, dan reaktualisasi peran TNI sebagai alat negara;
me-ngembangkan sistem pertahanan rakyat semesta yang bertumpu pada keku-atan
rakyat dengan TNI dan Polri sebagai kekuatan utama didukung komponen lain
dengan meningkatkan kesadaran bela negara melalui wajib latih dan mem-bangun
kondisi juang, serta mewujudkan kebersamaan TNI, Polri, dan rakyat.
b.
Meningkatkan profesionalitas Aparat Kowil, meningkatkan
rasio kekuatan komponen utama, dan mengembangkan kekuatan pertahanan keamanan
kewilayahan yang didukung sarana, prasarana, dan anggaran memadai; serta
memperluas dan meningkatkan kualitas kerja sama bilateral bidang pertahanan dan
keamanan dalam rangka memelihara stabilitas keamanan regional dan turut
berpartisipasi dalam pemeliharaan perdamaian dunia.
Dua dokumen
penting itu adalah koridor bagi langkah-langkah pembenahan dan reposisi peran
dan fungsi TNI dewasa ini dan akan terus berlanjut di masa datang. Oleh
Pimpinan TNI dua pedoman itu dijabarkan dalam program kerja dan
langkah-langkah, seperti berikut.
a.
Melanjutkan agenda reformasi internal TNI utamanya
perubahan kultur prajurit, melalui konsistensi sikap untuk benar-benar
menjadikan diri sebagai alat negara di bidang pertahanan dengan sekali-kali
tidak memasuki wilayah politik praktis dan partisan.
b.
Melanjutkan proses menjadikan prajurit TNI profesional
dan disiplin yang menjunjung tinggi hukum dan HAM guna meningkatkan kemampuan
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi utama melalui penyempurnaan kurikulum
disemua tingkatan pendidikan dan juga penyempurnaan materi latihan.
c.
Memelihara kehidupan prajurit yang sehat dengan
menghargai prestasi dan profesional serta pemberian sanksi secara proporsional
bagi mereka yang melanggar hukum dan indisipliner (reward and punishment) yang
harus konsisten diterapkan melalui jalur hukum, bagi prajurit indispliner, baik
itu yang dilakukan di medan tugas maupun di home base melalui pengadilan
militer atau pengadilan koneksitas serta penjatuhan sanksi administratif berupa
pemecatan atau pencopotan dari jabatan.
d.
Berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan setiap masalah
bangsa seperti kasus gerakan separatis, konflik horizontal, terorisme secara
proporsional sesuai peran dan tugas TNI.
e.
Proaktif menyelenggarakan kegiatan kemanusiaan (civic
mission) dalam membantu meringankan kesulitan masyarakat, diminta atau tidak.
f.
Siap mengemban tugas dalam pemeliharaan perdamaian dunia
di bawah bendara PBB (peace keeping operation).
Faktor-faktor
itu menimbulkan dilema yang sulit dipecahkan. Dengan kata lain, usaha
mengembalikan jati diri Aparat Kowil tidak mudah dilaksanakan, terlebih di
tengah tarik-menarik kehidupan politik yang belum sepenuhnya stabil. Hambatan
internal dari tubuh TNI yang berpadu dengan aneka tantangan eksternal merupakan
isu yang harus ditangani dengan hati-hati. Meski tantangan dan godaan untuk
penataan kembali itu cukup besar, Aparat Kowil harus senantiasa melihat ke
depan, berjuang keras membangun kembali kredibilitas, integritas, demi
mengembalikan jati dirinya sebagai pengawal keutuhan negara dan bangsa.
20. Upaya
meningkatkan kemampuan aparat Kowil. Peningkatan
kemam-puan aparat Kowil memerlukan suatu upaya yang terpadu dan prinsipnya
berkesinambungan antara satu unsur dengan unsur lain yang terkait untuk
mencapai sasaran yang diinginkan yaitu Postur aparat komando kewilayahan yang
tangguh yang dilandasi disiplin tinggi sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan.
Profesionalisme dan disiplin yang merupakan dua hal penting yang terkait harus
dimiliki Aparat Kowil dalam melaksanakan tugasnya ke depan. Kita sadari bahwa proses pencapaian sasaran
selalu mengalami berbagai hambatan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
diperlukan berbagai pemecahan mulai proses penyediaan tenaga , Pendidikan,
Latihan, sampai dengan proses pembinaan teritorial menghadapi tantangan tugas
kedepan dan perang modern dan upaya yang perlu dilakukan antara lain :
a. Aspek Profesionalisme. Profesionalisme berasal dari kata dasar
profesi yang berarti suatu pekerjaan tertentu yang menuntut suatu keahlian
tertentu dan kualifikasi
tertentu melalui
jenjang pendidikan dan pelatihan tertentu sehingga
mampu melakukan jenis pekerjaan tertentu dan oleh karena demikian dibayar
dengan pendapatan tertentu pula. Dengan demikian, profesionalisme memerlukan
adanya suatu kualifikasi (keahlian) yang diperoleh dari hasil pendidikan dan
latihan. Pembinaan dan peningkatan
profesionalisme Aparat teritorial harus dilakukan secara berkesinambungan
melalui suatu sistem dan pola yang baku sesuai kebutuhan dan tuntutan tugas
yang berkembang masa kini (era reformasi) dan harus dihindari cara-cara yang
berorientasi kepada selera individu (pimpinan). Hal tersebut perlu ditempatkan
dan di kembalikan kepada sendi-sendi yang mendasari tentang pembinaan
teritorial. beberapa langkah yang perlu dipedomani disamping aspek-aspek lain
(secara makro) dalam pembinaan dan peningkatan kemampuan aparat Kowil antara
lain
1) Penyediaan Aparat teritorial di wilayah
(recruitment process). Proses penjaringan personel yang terarah dan konsisten
pada aturan di mana proses seleksi menjadi sangat penting dan menentukan untuk
memperoleh masukan yang lebih baik dan dan akan sangat berpengaruh terhadap
kualitas hasil pembinaan teritorial. Oleh karena itu, upaya perbaikan
manajemen teritorial dalam proses
tersebut harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Stadarisasi dan persyaratan
harus diarahkan pada upaya untuk
menjaring calon yang lebih baik dan dapat dipertanggung jawabkan di
lapangan. Mengingat perkembangan teknologi yang menuntut sumberdaya manusia
(SDM) yang berkualitas, bahwa perlu dipertimbangkan aparat teritorial (raw
input) yang berpendidikan memadai dan potensi untuk dikembangkan serta melihat
aspek psikologi dan kategori kepribadiannya yang dewasa.
2) Pemanfaatan dan penguasaan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta sarana informasi lain yang dapat
digunakan dalam mendukung peningkatan kemampuan Aparat Kowil. Dengan
kata lain bahwa kemampuan aparat
Kowil akan meningkat karena interaksi kondisi
lingkungan yang kondusif dengan adanya niat dan motivasi Aparat tersebut untuk
lebih maju.
3) Unsur pimpinan satuan teritorial sebagai
pengguna hasil didik dan latihan di lembaga pendidikan pengembangan
spesialisasi untuk melanjutkan dan meningkatkan kemampuan aparat teritorial
diwilayah melalui pembinaan dan pelatihan dalam satuan baik terprogram maupun
sesuai kebutuhan dan senantiasa membekali pengetahuan dan petunjuk petunjuk
pelaksanaan tugas dilapangan sesuai kebijakan dari komando atas dihadapkan
dengan dengan berbagai permasalahan yang serba kompleks dalam kewenangan
tugasnya, oleh karena itu membekali para prajurit di jajarannya dengan berbagai
pengetahuan dan ketrampilan adalah mutlak. Situasi
dan kondisi wilayah yang begitu komplek dengan kondisi penduduk yang begitu
heterogenitas mengharuskan aparat Kowil untuk dituntut lebih profesional
didalam melaksanakan tugasnya terutama bagi aparat Komando Kewilayahan yang
langsung berhadapan dengan masyarakat. Guna kemungkinan menghadapi permasalahan
teritorial dalam hal ini dimaksud dituntut kemampuan dan kesiapan satuan kowil
baik perorangan maupun satuan.
4) Melaksanakan pembinaan aparat
teritorial dengan tujuan :
a) Terserapnya berbagai informasi,
petunjuk dan kebijaksana-an yang disampaikan oleh pimpinan Kodam Jaya/TNI AD.
Tentang visi, misi dan pembinaan teritorial, UU Nomor 3 tentang Pertahanan
Negara tahun 2003, Reformasi Internal TNI serta HAM dan Demokratisasi.
b) Terakomodasinya antara informasi,
petunjuk dan kebijaksa-naan dengan kualitas pada kondisi obyektif di lapangan
serta mampu melakukan komunikasi dua arah dengan seluruh komponen masyarakat.
c) Diperolehnya pemahaman yang sama dalam
melihat berbagai fenomena yang berkembang dalam upaya mewujudkan kesatuan
fikir, sikap dan pola tindakan di lapangan.
Pelaksanaan
pelatiahan ini merupakan kegiatan yang sangat penting dimana kita dapat
melakukan komunikasi antara pimpinan dan bawahan serta menyamakan visi, misi
dan kebijaksanaan pimpinan TNI AD dalam menyelenggarakan Pembinaan Teritorial,
sehingga kegiatan pembinaan di tingkat Kodam akan ditindaklanjuti di tingkat
Korem maupun Kodim secara rutin pada Minggu Militer setiap bulan, dalam wujud
Aplikasi Pembinaan Teritorial dengan sistem dan metode yang sama namun
disesuaikan dengan karakteristik wilayah masing-masing.
5) Untuk
dapat berbicara di lingkungan masyarakat aparat teritorial di bekali dengan 5
kemampuan teritorial yang harus diaplikasikan dalam setiap pelaksanaan tugas
sehari-hari antara lain:
a) Kemampuan
temu cepat dan lapor cepat. Yaitu suatu
kemampuan dimana seorang Babinsa mampu dengan cepat menemukan suatu
permasalahan dan melaporkannya dengan cepat, sehingga kejadian tersebut dapat
dengan segera diatasi.
b) Kemampuan
manajemen teritorial. Yaitu suatu
ke-mampuan dimana para Babinsa mampu merencanakan, mengatur dan mengendalikan
kegiatan sehingga kegiatan tersebut dapat dilaksanakan dengan lancar.
c) Kemampuan
penguasaan wilayah. Yaitu kemam-puan
dimana seorang Babinsa harus mengetahui dengan pasti kondisi medan, masyarakat
dan situasi daerah yang menjadi tanggung jawabnya.
d) Kemampuan
perlawanan rakyat. Yaitu
kemampuan mengorganisir masyarakat untuk dilatih dalam melaksanakan bela
negara.
e) Kemampuan
komunikasi sosial. Yaitu
kemampuan seorang Babinsa dapat bersosialisasi dengan seluruh komponen
masyarakat dan beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan-nya.
6) Penggunaan personel melalui sistem TOA
(Tour Of Area) dan TOD (Tour Of Duty) yang tepat dan memadai. Sistem ini
merupakan sistem penugasan bagi personel militer, yang merupakan variasi dari
bidang penugasan atau alih tugas. Hal ini diharapkan prajurit akan memperoleh
suatu wawasan dan cakrawala pandang yang luas serta mampu mengaplikasikan ilmu
pengetahuan dan kemampuan teritorialnya sesuai dengan lapangan penugasan yang
ada.
b. Aspek Disiplin. Disiplin yang merupakan suatu ketaatan dan kepatuhan terhadap
suatu norma, hukum ataupun ketentuan-ketentuan lain yang berlaku harus
dilakukan atas dasar kesadaran untuk melakukan sesuai dengan lingkup tugas dan
tanggung jawabnya sebagai prajurit TNI AD. Dengan kata lain bahwa Aparat
teritorial harus mampu mengendalikan diri untuk selalu melaksanakan semua
aturan yang berlaku tanpa ada paksaan dan harus tetap berpedoman pada
sendi-sendi Sapta Marga dan Sumpah Prajurit serta delapan wajib TNI. Untuk menghindari adanya
konflik-konflik internal dan eksternal sebagai akibat dari adanya disiplin kaku
(mati), perlu adanya suatu kemampuan dalam kepemimpinan dari unsur pimpinan
untuk menciptakan kondisi rasa aman dan nyaman dari prajurit untuk
melaksanakan tugasnya atas dasar keyakinan akan kebenaran sesuai aturan yang
berlaku dengan memberikan toleransi, ruang gerak, inovasi dan kreasi dari
prajurit, sehingga akan tercipta suatu disiplin yang luwes (fleksibel). Ada beberapa langkah-langkah lain yang
dapat ditempuh
secara teratur dan berkesinambungan sesuai dengan norma-norma dasar keprajuritan antara lain :
1) Penanaman kesadaran prajurit akan
pentingnya disiplin dalam kehidupan keprajuritan dan kemasyarakatan yang
mensyaratkan Aparat Kowil akan selalu menjadi contoh dan teladan bagi
lingkungan masyarakat.
2) Pemberian pemahaman (sosialisasi)
aturan-aturan yang berkaitan dengan disiplin keprajuritan yang berlaku terhadap
prajurit dan keluarga dengan dibarengi adanya suatu penghargaan dan hukuman
(reward and punishment).
c. Aspek Kesejahteraan. Aspek ini
mempunyai pengaruh langsung terhadap upaya peningkatan kemampuan aparat Kowil serta
motivasi dan kejuangan prajurit. Perhatian
dan tindakan yang sungguh-sungguh
dalam memecahkan masalah kesejahteraan
akan menentukan pencapaian upaya tersebut. Aspek kesejahteraan prajurit pada
dasarnya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan kehidupan prajurit
dan keluarga. Oleh karena itu, dapat dikembangkan cara-cara untuk meningkatkan
aspek kesejahteraan melalui upaya-upaya perbaikan dan pemenuhan akan kebutuhan
mendasar prajurit, penyediaan sarana dan prasarana umum serta perbaikan lain
yang mendukung langsung moril dan kesejahteraan prajurit sesuai dengan
kemampuan.
BAB – VI
PENUTUP
21. Kesimpulan.
a. Upaya sosialisasi reformasi internal TNI memang
sering kali disoroti masih sebatas
wacana dan belum menyentuh banyak hal prinsipil. Tetapi bagaimanapun, fakta TNI
telah berupaya dan akan terus berbuat banyak untuk melakukan perubahan baik
struktural maupun kultural. Langkah nyata TNI ini tidak akan pernah berhenti.
TNI sadar, reformasi merupakan sebuah proses dan perlu waktu. Kebijaksanaan TNI
dalam pembentukan opini
dan pembangunan citra dalam era keterbukaan dan perang informasi saat
ini.
b. Peran TNI adalah alat Negara yang
berperan sebagai alat pertahanan Negara Republik Indonesia, Sebagai alat
pertahanan negara, Keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan pancasila dan UUD 45
serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman
dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara serta melaksanakan tugas
negara dalam penyelenggaraan wajib militer bagi warga negara.
c. Peningkatan kemampuan aparat Kowil
memerlukan suatu upaya yang terpadu dan prinsipnya berkesinambungan antara satu
unsur dengan unsur lain yang terkait untuk mencapai sasaran yang diinginkan
yaitu Postur aparat komando kewilayahan yang tangguh yang dilandasi disiplin
tinggi sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan. Profesionalisme dan
disiplin yang merupakan dua hal penting yang terkait harus dimiliki Aparat
Kowil dalam melaksanakan tugasnya ke depan dan selalu berorientasi pada aspek
profesionalisme, disiplin dan kesejahteraan prajurit.
22. Saran.
a. Agar
dapat tercapainya peningkatan kemampuan aparat Kowil guna menghadapi tugas
kedepan dan perang modern perlu adanya kajian secara mendalam tentang
tugas-tugas yang kongkrit kedepan tentang peran aparat teritorial yang
mempunyai wewenang dan digariskan secara jelas.
b. Adanya sosialisasi secara terus menerus
ke bawah terhadap aparat teritorial dan juga ke masyarakat tentang petunjuk
pelaksanaan serta peran aparat Kowil secara nyata dilapangan. Dalam hal ini
bujuk dan piranti lunak yang selalu mengikuti dinamika dan perkembangan wilayah
serta senantiasa berkiblat pada perubahan-perubahan yang signifikan di
masyarakat sesuai dengan tuntutan perang modern yang sarat akan arus informasi.
c. Perlu dibuat standarisasi yang jelas
dan tegas tentang manajemen teritorial yang dimulai dari proses perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan proses pengendalian kegiatan
pembinaan teritorial oleh aparat kowil di lapangan dengan mewadahi kepentingan
semua komponen bangsa yang ada, sehingga aparat kowil dapat melaksanakan
ataupun menyelenggarakan pembinaan teritorial secara konsepsional, terprogram
dan terpadu.
23. Demikian tulisan ini dibuat sebagai sumbangan
pikiran penulis kepada Komando Atas dalam menentukan kebijaksanaan lebih lanjut
tentang peniangkatan kemammpuan aparat Kowil.
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN APARAT KOWIL GUNA MENGHADAPI TUGAS
KE DEPAN DAN PERANG MODERN
DISUSUN
OLEH :
KAPTEN
ART MUHAMMAD HAIDIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar